Ilustrasi |
Perjalanan proses pembangunan tak selamanya mampu meberikan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat di pedesaan. Pembangunan yang dilakukan di masyarakat desa akan menimbulkan dampak social dan budaya bagi masyarakat. Pendapat ini pada berlandaskan pada asumsi pembangunan itu adalah proses perubahan (sosial dan budaya). Selain itu masyarakat pedesaan tidak dapat dilepaskan dari unsure- unsur pokok pembangunan itu sendiri, seperti teknologi dan birokrasi.
Tekhnologi dan birokrasi merupakan perangkat canggih pembangunan namun dilain sisi perangkat tersebut berhadapan dengan masyarakat pedesaan yang masih tradisional dengan segala kekhasannya. Apalagi jika unsur-unsur pokok tersebut langsung diterapkan tanpa mempertimbangkan aspek sosial, budaya, agama dan lain-lain, maka jangan harap pembangunan akan berhasil. Pihak birokrasi akan sangat memerlukan usaha yang sangat ekstra jika pola kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat sasaran dan tidak berlandaskan pada kebutuhan masyarakat khususnya di pedesaan.
Indonesia merupakan Negara yang kaya dengan sumberdaya alamnya dan sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan agrarian. Tak salah jika kemudian kurang lebih enampuluh persen penduduknya berkecimpung di dunia pertanian dan umumnya berada di pedesaan. Dengan demikian, masyarakat desa yang agraris menjadi sasaran utama introduksi tekhnologi segala kepentingan, kemajuan pertanian sangat melibatkan unsur-unsur poko tersebut. Oleh sebab itu, masyarakat agrarislah yang pertama menderita perubahan sosial.
Namun tetap perlu diperhatikan bahwa setiap masyarakat mempunyai “ego”nya dalam segala bidang termasuk aspek tekhnologi dan kebijakan birokrasi. Perubahan yang diharapkan dengan mengintroduksi tekhnologi seharusnya sesuai dengan apa yang menjadi ego masyarakat tersebut, sehingga pola perubahan dapat diterima oleh masyarakat. Karena setiap kebijakan dan introduksi tekhnologi yang diberikan pada masyarakat agraris di pedaesaan akan memberikan dampak perubahan sosial yang multi dimensional.
Pelaksanaan kebijakan teknologi pertanian mempunyai jalinan yang sangat kuat dengan aspek-aspek lainnya. Jika kita perincikan dimensi-dimensi perubahan tersebut, maka akan terlihat sangat nyata terjadi perubahan dalam struktur, kultur dan interaksional. Perubahan sosial dalam tiga dimensi ini, kalau dibiarkan terus akan merusak tatanan sosial masyarakat desa. Maka dari itu sangat dibutuhkan kajian yang sangat mendalam untuk mencegah dampak negatif dari kebijakan birokrasi dan asupan teknologi yang mengiringinya terhadap masyarakat dan aparat yang menjalaninya.
II. 1. Teori Perubahan Sosial
Pengelompokkan teori perubahan sosial telah dilakukan oleh Strasser dan Randall. Perubahan sosial dapat dilihat dari empat teori, yaitu teori kemunculan diktator dan demokrasi, teori perilaku kolektif,
II.1.1. Teori Diktator
Teori yang disampaikan oleh Barrington Moore ini berusaha menjelaskan pentingnya faktor struktural dibalik sejarah perubahan yang terjadi pada negara-negara maju. Negara-negara maju yang dianalisis oleh Moore adalah negara yang telah berhasil melakukan transformasi dari negara berbasis pertanian menuju negara industri modern. Secara garis besar proses transformasi pada negara-negara maju ini melalui tiga pola, yaitu demokrasi, fasisme dan komunisme.
Demokrasi merupakan suatu bentuk tatanan politik yang dihasilkan oleh revolusi oleh kaum borjuis. Pembangunan ekonomi pada negara dengan tatanan politik demokrasi hanya dilakukan oleh kaum borjuis yang terdiri dari kelas atas dan kaum tuan tanah.
Masyarakat petani atau kelas bawah hanya dipandang sebagai kelompok pendukung saja, bahkan seringkali kelompok bawah ini menjadi korban dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara tersebut. Terdapat pula gejala penhancuran kelompok masyarakat bawah melalui revolusi atau perang sipil. Negara yang mengambil jalan demokrasi dalam proses transformasinya adalah Inggris, Perancis dan Amerika Serikat.
Berbeda halnya demokrasi, fasisme dapat berjalan melalui revolusi konserfatif yang dilakukan oleh elit konservatif dan kelas menengah. Koalisi antara kedua kelas ini yang memimpin masyarakat kelas bawah baik di perkotaan maupun perdesaan. Negara yang memilih jalan fasisme menganggap demokrasi atau revolusi oleh kelompok borjuis sebagai gerakan yang rapuh dan mudah dikalahkan. Jepang dan Jerman merupakan contoh dari negara yang mengambil jalan fasisme.
Komunisme lahir melalui revolusi kaun proletar sebagai akibat ketidakpuasan atas usaha eksploitatif yang dilakukan oleh kaum feodal dan borjuis. Perjuangan kelas yang digambarkan oleh Marx merupakan suatu bentuk perkembangan yang akan berakhir pada kemenangan kelas proletar yang selanjutnya akan mwujudkan masyarakat tanpa kelas. Perkembangan masyarakat oleh Marx digambarkan sebagai bentuk linear yang mengacu kepada hubungan moda produksi. Berawal dari bentuk masyarakat primitif (primitive communism) kemudian berakhir pada masyarakat modern tanpa kelas (scientific communism).
Tahap yang harus dilewati antara lain, tahap masyarakat feodal dan tahap masyarakat borjuis. Marx menggambarkan bahwa dunia masih pada tahap masyarakat borjuis sehingga untuk mencapai tahap “kesempurnaan” perkembangan perlu dilakukan revolusi oleh kaum proletar. Revolusi ini akan mampu merebut semua faktor produksi dan pada akhirnya mampu menumbangkan kaum borjuis sehingga akan terwujud masyarakat tanpa kelas. Negara yang menggunakan komunisme dalam proses transformasinya adalah Cina dan Rusia.
II.1.2. Teori Perilaku Kolektif
Teori perilaku kolektif mencoba menjelaskan tentang kemunculan aksi sosial. Aksi sosial merupakan sebuah gejala aksi bersama yang ditujukan untuk merubah norma dan nilai dalam jangka waktu yang panjang. Pada sistem sosial seringkali dijumpai ketegangan baik dari dalam sistem atau luar sistem. Ketegangan ini dapat berwujud konflik status sebagai hasil dari diferensiasi struktur sosial yang ada. Teori ini melihat ketegangan sebagai variabel antara yang menghubungkan antara hubungan antar individu seperti peran dan struktur organisasi dengan perubahan sosial.
Perubahan pola hubungan antar individu menyebabkan adanya ketegangan sosial yang dapat berupa kompetisi atau konflik bahkan konflik terbuka atau kekerasan. Kompetisi atau konflik inilah yang mengakibatkan adanya perubahan melalui aksi sosial bersama untuk merubah norma dan nilai.
Posting Komentar