Setiap orang pasti menginginkan desa tempat tinggalnya lebih baju. Dan sekarang ini saya sebagai penulis, khususnya masyarakat Desa Cibuntu mendambakan sosok pemuda yang kreatif dan berpotensi yang bisa membuat Desa Cibuntu lebih maju.
Dan berbicara pembangunan desa, tentu bukan menjadi tugas pemerintah semata tetapi sudah menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa, tak terkecuali pemuda. Peran pemuda dalam pembangunan tidak dapat kita terangkan secara sederhana seperti seorang ayah yang bekerja disawah kemudian di bantu seorang anaknya yang kuat dan perkasa. Berbicara mengenai pemuda berarti berbicara masa depan dan segala pemikiran yang mengarah pada masa depan.
Dan berbicara pembangunan desa, tentu bukan menjadi tugas pemerintah semata tetapi sudah menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa, tak terkecuali pemuda. Peran pemuda dalam pembangunan tidak dapat kita terangkan secara sederhana seperti seorang ayah yang bekerja disawah kemudian di bantu seorang anaknya yang kuat dan perkasa. Berbicara mengenai pemuda berarti berbicara masa depan dan segala pemikiran yang mengarah pada masa depan.
Pemuda maupun remaja biasanya memiliki jiwa revolusi dan suka dengan segala gejolak perubahan , Perlu dipahami pula, bahwa pembangunan di sini bukan seperti kegiatan mengecor jalan dimana para pemuda yang kekar-kekar menjadi tim utama yang hanya menerima komando dari yang lebih tua atau kegiatan kerja bakti ibu-ibu di mana gadis-gadis remaja yang ikut kegiatan diajak ngerumpi membahas hal-hal yang sangat-sangat tidak penting. Bukanlah seperti itu, pembangunan disini adalah keseluruhan upaya yang sanggup dilakukan oleh seluruh warga desa untuk mencapai ke adaan yang lebih baik, lebih maju dan lebih bermartabat.
Apa peran pemuda dalam pembangunan desa ?
Saya katakana, peran yang seharusnya dilakukan oleh pemuda banyak sekali. Setiap bidang pembangunan yang ada harus ada unsur yang namanya pemuda.
Mungkin saya akan memberikan pertanyaan kurang lebihnya seperti ini dan semoga kita dapat memberi kesimpulan sendiri akan hal ini. Dalam pemberdayaan masyarakat, siapa yang lebih berpeluang untuk mencari ilmu dan menyampaikannya kepada masyarakat? Dalam ajang kompetisi antar masyarakat seperti beragai macam perlombaan, siapa yang lebih berpotensi untuk diutus dan berpeluang untuk menang ? Dalam bidang keagamaan, siapa yang paling mudah untuk diarahhkan sebagai perintis di garda depan ? Dalam menyambut perubahan, siapa yang paling mudah menerima dan mengejawantahkannya? Jawaban atas pertanyaan tersebut diatas tentu saja pemuda atau generasi muda.
Pertanyaan berikutnya, sudahkah mereka memasuki bidang-bidang tersebut? Jawabannya pasti akan bervariasi. Sudahkah kita menjumpai pemuda desa Cibuntu ini yang lama bersekolah di kota kemudian kembali ke desa ini dengan tujuan untuk mengenalkan pengetahuan yang ia peroleh selama bersekolah atau mengenalkan teknologi baru sehingga dapat mengangkat ekonomi masyarakat secara mandiri? Sudahkah kita menjumpai pemuda desa Cibuntu ini, yang mengharumkan nama desa sampai ke tingkat provinsi atau nasional? Sudahkah kita jumpai pemuda desa Cibuntu yang sanggup menjadi pelopor dalam pembinaan moral dan keagamaan para remaja dan masyarakat umum? Sudahkah kita jumpai pemuda desa Cibuntu yang mandiri, produktif dan selalu bersemangat untuk menimba ilmu-ilmu yang bermanfaat?
Mari kita uraikan satu persatu masalah-masalah di atas.
Peran pemuda yang pertama adalah memperdalam ilmu dan pulang kembali ke desa untuk menyampaikannya ke masyarakat. Riilnya adalah seperti ini, jika seorang bersekolah maka hendaklah bersungguh-sungguh dan mengerti apa tujuan utama ia bersekolah, yaitu melakukan perbaikan diri. Hasil yang ia capai hendaknya tidak hanya semata-mata digunakan untuk mencari harta, tapi juga untuk pengabdian. Ia tularkan ilmu yang telah didapatkannya kepada masyarakat, baik anak-anak maupun dewasa sesuai dengan kapasitas dan daya tangkap masyarakatnya.
Peran selanjutnya adalah menjadi delegasi dan wakil terdepan dalam berbagai ajang kompetisi masyarakat. Kompetisi di sini tidak boleh dipahami secara sempit hanya sebatas perlombaan. Tetapi bagaimana, pemuda memiliki daya saing yang handal dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sehingga desa ini diperhitungkan oleh masyarakat lain maupun pemerintah karena kualitas dan kuantitas pemuda yang ada.
Peran selanjutnya adalah menjadi perintis gerakan perbaikan moral dan pembinaan keagamaan bagi masyarakat. Sudah seharusnya para pemuda menyadari kerusakan moral remaja yang terjadi saat ini. Maka kesadaran diri untuk bangkit dari keterpurukan menjadi syarat utama sebelum melakukan pembinaan kepada masyarakat. Jika ini terlaksana, tentu kita tidak akan menjumpai masjid-masjid sepi dari adzan atau masjid-masjid menjadi keriput karena hanya berisi kakek-kakek yang tinggal menunggu waktu kereta tiba.
Dan yang paling penting, adalah pemuda harus memiliki jiwa untuk selalu belajar dan mengikuti perubahan. Orang yang paling bodoh adalah orang yang berkata bahwa ia sudah pandai dan tidak perlu belajar lagi. Orang yang lulus bukan berarti telah selesai belajar, tetapi justru dituntut untuk belajar lebih keras, yaitu belajar tentang realita dan fakta yang ada di lingkungannya.
Peran tersebut hanya dapat dilaksanakan oleh para pemuda jika factor-faktor pendukungnya dapat terpenuhi. Faktor-fakor tersebut adalah factor internal dan factor eksternal. Factor pertama adalah factor internal, yaitu factor yang berkaitan dengan diri para pemuda itu sendiri. Factor ini meliputi motivasi dan keinginan untuk berprestasi. Jika para pemuda mampu menghadirkan dua hal ini pasti mereka akan menjadi orang-orang yang berkemauan keras dan berjiwa pejuang seperti para pemuda Indonesia di masa lalu yang akhirnya mampu mengikrarkan sumpah pemuda dan akhirnya menjadi perintis kemerdekaan. Namun jika para pemuda tidak memiliki dua hal itu, maka sebenarnya masa depan desa ini telah mati karena pemuda-pemuda jenis ini kelak akan berkata “ga usah neko-neko, mari kita lakukan apa yang telah nenek moyang kita lakukan”. Jadi ketika desa kita terbelakang, maka pemuda-pemuda yang semacam itu sebenarnya ingin berkata biarkan desa kita terbelakang asal saya tetap senang.
Factor yang kedua adalah factor eksternal, yaitu factor yang berkaitan dengan lingkungan dan masyarakat. Keberadaan factor eksternal ini sama pentingnya dengan factor internal. Bahkan factor-faktor ini lebih banyak jumlahnya dan fungsinya lebih cenderung menjadi penghambat, diantaranya
Satu, kultur masyarakat yang sulit berkembang. Masyarakat desa umumnya selalu menganggap tradisi lebih baik dari pada ilmu pengetahuan. Sehingga akan berdampak buruk ketika para pemuda mengutarakan gagasan ilmiahnya. Mereka akan mengucilkan para pemuda yang dianggap nyleneh tanpa pemikiran yang jernih dan permusyawaratan yang baik karena dianggap tidak sesuai dengan adat yang telah berlaku. Bahkan terkadang yang menjadi penentang pertama justru tokoh-tokoh masyarakatnya. Ini masih sering terjadi di masyarakat kita. Sehingga banyak para pemuda yang memilih diam, padahal di otak mereka tersimpan segudang ide yang seandainya semua disampaikan pastilah akan ada satu yang lebih luar biasa dari sekian pendapat orang-orang tua.
Kedua, modernisasi dan globalisasi. Pemuda adalah golongan yang paling mudah mengakses dan menerima berbagai perubahan. Namun jika mereka tidak memiliki benteng pribadi justru akan menjadi golongan pertama yang paling rusak akibat kemajuan teknologi dan arus globalisasi.
Jika kedua factor tersebut tidak dapat dikendalikan maka peran pemuda bagi pembangungan desa akan sulit diwujudkan. Maka sudah saatnya masyarakat dan pemerintah menyadari pentingya peran pemuda bagi pembangunan masyarakat sehingga mereka dapat memberikan tempat yang semestinya bagi para pemuda.
Pemuda bukan kuli yang dapat diperintah sesuka hati untuk membantu tuannya. Tetapi pemuda adalah mesin berteknologi tinggi yang apabila dikendalikan dengan baik akan menghasilkan kerja yang luar biasa. Mari bersama kita selamatkan pemuda-pemuda desa ini dari keterbelakangan, kerusakan moral, dan kelemahan spiritual agar mereka dapat membangun desa ini di masa depan.
Posting Komentar